Thursday, November 1, 2007

Ruas-ruas mixed-traffic

1. Jl Pramuka - underpass
2. Jl Matraman Dalam hingga Jl Proklamasi
3. Jl Tambak

Kebijakan yang memperbolehkan kendaraan umum melaju di busway Koridor I hingga VII menimbulkan pro-kontra. Sejumlah penumpang Transjakarta mengeluhkan dipakainya jalur tersebut oleh kendaraan umum, karena makin memperlambat perjalanan. Namun, tak sedikit pula penumpang yang tidak mempermasalahkan hal itu, sepanjang ketentuan tersebut tidak diberlakukan selamanya.

"Kalau begini, namanya bukan busway lagi. Sudah tidak ada istimewanya lagi. Seharusnya, busway menjadi prioritas angkutan massal yang cepat, nyaman, aman. Tetapi nyatanya, sudah tidak cepat lagi karena terhalang kendaraan lain," ujar Santo, warga Tanjung Duren, Jakarta Barat, pelanggan bus Transjakarta Koridor III, Kalideres-Harmoni, Selasa (13/11) pagi.

Menurut Santo, sebelum adanya kebijakan tersebut, busway sering diserobot kendaraan lain, padahal tidak ada izin dari petugas. "Itu saja sudah macet. Apa- lagi diperbolehkan. Biasanya, saya dari Harmoni ke Grogol hanya 30 menit, sekarang bisa mencapai satu jam," keluhnya.

Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta diminta membatalkan kebijakan tersebut. "Yang perlu, tambah armada Koridor I-VII. Armada kurang, malah kendaraan umum bisa masuk jalur busway, makin semrawut," ujarnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Jaya, warga Kalideres, Jakarta Barat. Menurutnya, diperbolehkannya kendaraan umum masuk busway, bukan solusi. Seharusnya, perbaiki infrastruktur, tambah feeder yang layak dan banyak.

Lain halnya dengan Dwi, warga Grogol, Jakarta Barat, yang tidak mempersoalkan dipakainya jalur tersebut oleh kendaraan umum. Dwi, yang sehari-harinya bekerja di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat, menilai, kebijakan tersebut sangatlah fair, mengingat kondisi kemacetan di jalur arteri sangat parah.

Ia mengusulkan, para pejabat Pemprov DKI Jakarta memberi teladan kepada warga. "Tinggalkan mobil pribadi di rumah, terus naik mobil dinas atau bus Transjakarta," usulnya.

Sementara itu, pantauan SP di kawasan Cililitan, Cawang, dan Otista, Selasa pagi, menunjukkan bahwa kendaraan reguler masih lebih banyak melintas di jalur umum. Kendati begitu, kemacetan tetap terjadi di Jalan MT Haryono arah Cawang-Pancoran.

Kendaraan pribadi dan umum yang melintas di busway tampak mengganggu perjalanan bus Transjakarta. Salah seorang calon penumpang, Damayanti Retnoningsih, membatalkan niatnya naik bus Transjakarta karena menilai sama saja dengan naik kendaraan umum lainnya.

Pemberlakuan buka-tutup busway belum diketahui oleh semua pengguna jalan. Terkait hal tersebut, Kasat Lantas Polres Jakarta Pusat, Kompol Slamet Asnan mengakui, sosialisasi sudah dilakukan polisi, tapi supaya maksimal harus ada koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum.

Bukan Solusi

Pengamat transportasi Harya Setyaka dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), yang dihubungi SP, Senin, mengatakan, sistem buka tutup busway Koridor I-VII bagi angkutan selain Transjakarta, bukan solusi jangka pendek yang efektif untuk mengatasi kemacetan di Ibukota. "Buktinya, kemacetan masih saja terjadi. Persoalannya karena jumlah kendaraan pribadi lebih banyak menguasai ruas jalan, bukan karena busway merampok satu ruas jalan," katanya.

Menurut Harya, solusi jangka pendek yang perlu dilakukan adalah mengoptimalkan jumlah petugas yang mengatur lalu lintas saat jam sibuk. "Mereka harus tegas menertibkan angkutan umum yang ngetem sembarangan juga parkir on street di sembarang tempat. Kalau ini berjalan, kemacetan akan berkurang," ujarnya.

Upaya lain, membatasi penggunaan kendaraan pribadi dan menetapkan tarif parkir on street (badan jalan) yang mahal di dalam Kota Jakarta. Dengan demikian, pemilik kendaraan pribadi akan berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan pribadi, kecuali untuk kebutuhan mendesak.

Ia menambahkan, secara teknis, kebijakan pembukaan busway untuk angkutan umum lainnya, bukan kendaraan pribadi pun tidak memungkinan. "Problem akan muncul saat menaikkan dan menurunkan penumpang. Sebab, busway berada di jalur cepat. Bisa menimbulkan kemacetan baru, bahkan kecelakaan," kata Harya.

Senada dengan itu, pengamat transportasi dari Institut Study Transportasi (Instran), Darmaningtyas mengatakan, kemacetan saat konstruksi busway sifatnya hanya sementara. Kenyataannya, tanpa membangun busway pun, jalanan di Jakarta sudah macet karena ruas jalan tidak sebanding dengan kendaraan. "Pembatasan kendaraan pribadi tak bisa ditunda lagi, salah satunya dengan mengefektifkan park and ride di ujung-ujung terminal busway yang berdekatan dengan daerah penyangga Jakarta atau kawasan permukiman," katanya.

Hal itu untuk memudahkan pemilik kendaraan pribadi menitipkan kendaraannya dan beralih menggunakan Transjakarta. "Contohnya di Ragunan, setiap hari sekitar 200 mobil pribadi diparkir di sana, dan pemiliknya naik Tranjakarta untuk beraktivitas," ujar Darmaningtyas

Sementara itu, Kepala Di nas Perhubungan DKI Jakarta, Nurrahcman, Selasa, mengatakan, pembukaan jalur busway untuk umum malah mengurangi kinerja busway.

"Saya sendiri kurang yakin mengenai keefektifan kebijakan tersebut. Namun, karena diperintahkan, saya akan tetap melaksanakannya. Setiap minggu akan ada evaluasi terhadap hal ini," ujarnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto menambahkan, pembukaan busway Koridor I sampai VII hanya dilakukan pada saat tidak dilewati armada Transjakarta. "Kalau lajur kosong, silakan kendaraan lain diizinkan lewat. Tapi begitu ada armada Transjakarta, tetap harus jadi prioritas. Itu sudah jadi kesepakatan Muspida DKI," tandasnya. [Suara Pembaruan 13 Nopember 2007]

Read More...